Sakitnya tuh disini...
didalam hatiku...
Nyesek itu, ketika kau mendapat informasi rumah makan baru yang dibuka, namun di halaman parkir tidak tersedia parkiran buat si roda dua. Yup berapa periode ini (cieee ilah), kita dapat melihat sebuah rumah makan atau restoran yang menunjukan kualitasnya sebagai tempat makan esklusif. Yup itu hak sebuah restoran untuk menyediakan area parkir atau gak, tentu ini bertujuan menjaga standar mereka (kali yah??).
Sayangnya saya lebih suka berpergian naik motor di kawasan samarinda, karena alasannya untuk efisiensi dan juga lebih enak untuk berkunjung kemana saja. Sedangkan urusan kuliner bukan karena saya ingin kesana, tapi lebih "kebetulan lewat". Naik mobil buat tujuan kuliner?? saya mikir-mikir dulu deh, kecuali itu bersama keluarga.
Memang sangat disayangkan, restoran tanpa parkir motor ini berkesan juga "merendahkan" pengendara roda dua sebagai pengunjung yang "tidak mampu" membeli. Padahal perlu diingat pengendara roda dua ini lebih konsumtif dibandingkan si roda empat. Selain itu konsumen juga tau lah dimana restoran mahal dan standar dari kualitas bangunan dan juga ragam menunya, jadi tidak perlulah me-"anak tiri"kan si roda dua. Apalagi di Samarinda pengguna roda dua lebih mendominasi daripada si roda empat.
Jadi teringat dulu, saat kuliah di jogja saya makan di restoran menggunakan motor, harus parkir di parkir karyawan atau cerita teman saya makan di restoran mesti parkir di belakang bangunan dan masuk lewat pintu belakang wkwkkw. Di Samarinda sendiri sebetulnya ada kejadian tidak sengaja juga, saat saya berenang di lipan hill, saya diajak teman makan di lipan hill resto. Karena kami semua tidak tau kalo lipan hill adalah sebuah restoran mewah. Kita datangin saja sambil bawa motor dengan pakaian nyantai celana pendek dan sendal wkwkkw. Sampai ditanyain pelayannya ada keperluan apa wkkwkw.. sumpah antara lucu dan malu.
Intinya dari pengalaman saya membeli makanan di restoran, saya sebagai pengendara roda dua, mampu saja membeli makanan disana tapi hanya gara-gara lahan parkir membuat saya malas wkwkwkw. sekian unek unek saya.. siapa tau ada owner resto yang baca yah :3.
didalam hatiku...
 |
| hehehehe |
Sayangnya saya lebih suka berpergian naik motor di kawasan samarinda, karena alasannya untuk efisiensi dan juga lebih enak untuk berkunjung kemana saja. Sedangkan urusan kuliner bukan karena saya ingin kesana, tapi lebih "kebetulan lewat". Naik mobil buat tujuan kuliner?? saya mikir-mikir dulu deh, kecuali itu bersama keluarga.
Memang sangat disayangkan, restoran tanpa parkir motor ini berkesan juga "merendahkan" pengendara roda dua sebagai pengunjung yang "tidak mampu" membeli. Padahal perlu diingat pengendara roda dua ini lebih konsumtif dibandingkan si roda empat. Selain itu konsumen juga tau lah dimana restoran mahal dan standar dari kualitas bangunan dan juga ragam menunya, jadi tidak perlulah me-"anak tiri"kan si roda dua. Apalagi di Samarinda pengguna roda dua lebih mendominasi daripada si roda empat.
Jadi teringat dulu, saat kuliah di jogja saya makan di restoran menggunakan motor, harus parkir di parkir karyawan atau cerita teman saya makan di restoran mesti parkir di belakang bangunan dan masuk lewat pintu belakang wkwkkw. Di Samarinda sendiri sebetulnya ada kejadian tidak sengaja juga, saat saya berenang di lipan hill, saya diajak teman makan di lipan hill resto. Karena kami semua tidak tau kalo lipan hill adalah sebuah restoran mewah. Kita datangin saja sambil bawa motor dengan pakaian nyantai celana pendek dan sendal wkwkkw. Sampai ditanyain pelayannya ada keperluan apa wkkwkw.. sumpah antara lucu dan malu.
Intinya dari pengalaman saya membeli makanan di restoran, saya sebagai pengendara roda dua, mampu saja membeli makanan disana tapi hanya gara-gara lahan parkir membuat saya malas wkwkwkw. sekian unek unek saya.. siapa tau ada owner resto yang baca yah :3.
Komentar
Posting Komentar