Desa Kedang Ipil..desa Kutai #Part 1

Lama sekali saya tidak ngetrip, tiba-tiba ada gambar pamflet dr Mahakam Explore di FB yang berisikan open trip ke Desa Kedang Ipil dalam rangka Acara Adat "Nutuk Beham". Biayanya cukup murah hanya Rp.50.000,-/orang, sudah termasuk tiket ke air terjun, home stay dan makan dari warga desa. Dengan waktu yang diselenggarakan 2 hari 1 malam ini tentu sangat memikat keinginan saya untuk bergabung dalam trip ini, jadi saya langsung daftar dengan saudara Adjie.

Saat Hari keberangkatan saya dan teman saya (ini pertama kalinya saya trip bareng 1 teman di kumpulan orang asing hehehe) berkumpul di meeting point Jl. Surayanata depan perumahan bukit pinang. Sekitar setengah 8 pagi setelah semua berkumpul kita melnjutkan perjalanan ke kota Tenggarong untuk lanjut ke meeting point kedua di depan kantor Bupati. Sampai di lokasi pertemuan kita menunggu agak lama juga sih, sekitar jam 9an lewat semua pasukan berkumpul berjumlah sekitar 80 orang yang berasal dari berbagai instansi dan komunitas. Setelah itu kita briefing dulu sebelum berangkat dan tidak lupa difoto hehehehe.

Perjalan melalui bukit biru dengan rute Tenggarong - kota bangun ini berjalan cukup mulus, walau saat itu ada anggota yang mengalami kerusakan pada motornya. perjalanan ini ditempuh kurang lebih 45 menit-1 jam perjalanan hingga sampai pertigaan jalur masuk ke desa Kedang Ipil. 

Persimpangan menuju desa (SP 6)
Memasuki desa Kedang Ipil mesti melalu beberapa desa dan medan cukup bikin sakit bokong. Jalan penuh dengan Batu ini berkelok-kelok naik turun dengan background lingkungan yang penuh dengan kelapa sawit. sekitar 45 menit melalui jalan penuh medan ini akhirnya kami sampai tujuan, dan kami sangat terkejut ternyata kehadiran kami semua disambut oleh masyarakat desa. Dimulai dengan pengalungan "kalung" selamat datang yang diwakilin oleh kepala dinas pariwisata kukar dan turis dari luar negri. Kemudian kita berjalan diantara masayarkat desa, dimulai sambutan anak-anak pramuka kemudian dilanjutkan tari pupur selamat datang.

Disambut antusias warga
Tarian penyambutan
Setelah sambutan itu kemudian ada cara ritual beluluh dari "shaman" desa, berupa doa-doa  yang diberikan kepada kadis pariwisata dan turis asing tersebut. Setelah selesai Acara itu, saya bersama teman-teman lainnya mencoba mengeksplore acara tersebut. 

ritual penyambutan
Saya bertanya-tanya tentang makna acara ini ke salah satu warga setempat, beliau menjelaskan sangat antusias, membuat saya mudah memahami. Acara yang berlangsung selama 3 hari ini diadakan saat musim panen beras ketan. Prosedurnya cukup lama dan masih tradisional banget lah, diawalin dengan membenamkan beras ke sungai kecil disamping balai desa selama kurang lebih 2-3 hari, kemudian diangkat dan kemudian di sangrai sama ibu-ibu hingga air dalam beras berkurang. Setelah disangrai, beras kemudian dibawa ke proses penggilingan menggunakan alat tradisional yaitu Alu dan lesung yang dilakukan oleh pria-prianya. Setelah proses penggilingan, beras kemudian di "tampias" dengan alat tampias (lupa namanya) oleh ibu-ibu hingga ampasnya terbuang. Beras yang sudah selesai di tampias, kemudian disimpan dan akan digunakan pada hari terkahir acara.

Prose kegiatan

 Proses perendaman beras selam 2-3 hari
proses sangrai agar air hilang
Menggiling dengan cara tradisional
Proses tampias
Untuk sekedar info beras yang mereka hasilkan dari beras gunung, dan berupa beras putih dan merah. Beras mereka sangat organik dan mereka berladang dengan cara alami yang sangat jarang di masa ini. Jadi mereka tidak memberantas hama tersebut, namun membiarkan saja alam bekerja. Mereka percaya Alam membantu mereka untuk tidak menjadi serakah pada alam. Hasil Panen digunakan buat warga mereka sendiri, untuk pembagian hasil mereka menggunakan sistem mana yang bisa memanen lebih banyak, maka mereka yang dapat lebih. Ini mengajarkan mereka untuk tidak bermalas-malasan dan tidak hanya menerima hasil instant. Sistem sosial seperti ini menjaga hubungan masyarakat tetap terjaga dan tentu akar budaya yang makin kuat. Masyarakat Desa Kadang Ipil berasal dari suku Kutai dengan mayaoritas pemeluk agama katolik kemudian Islam. Walau sekarang banyak pendatang, budaya lokal masih sangat terjaga dan warga sekitar turut andil dalam pelaksanaan acara ini.

Setelah selesai explore kegiatan acara yang berlangsung selama 3 hari ini, kami beranjak untuk jam makan siang.  Dengan menu prasmanan, saya mencoba menu lokal yang jarang saya temukan di daerah kota. Di menu terdapat, sayur daun bawang (gak tau namanya, namun kata teman menggunakan daun bawang), kemudian ada tempoyak (sambal menggunakan durian), sambal kwini/mangga, sayur asam dan ikan sungai seperti ikan lais dan ikan yang saya lupa namanya dimasak dengan santan. Rasanya maknyoss banget dah, kapan lagi menikmati makanan lokal seperti ini lagi, apalagi tempoyaknya yang khas durian namun pedas banget hahahha.

Makanan Lokal
Selain itu kita disuguhkan beranekaragam buah hasil kebun mereka. Ada nama buah Maretam yang mirip rambutan tapi tidak berambut dengan warna hitam dan hijau.
Buah Maretam
Setelah acara makan-makan selesai kita berencana ke Air Terjun, namun sebelumnya kita istirahat ke home stay dulu yang dibagi setiap grup. Kebetulan kami mendapat Home stay yang terletak di lantai 2 yang berisi banyak kamar. setelah beres-beres kami siap-siap menuju air terjun menggunakan motor.
Home stay grup kami

Bersambung...

Komentar